Minggu, 21 Juni 2009

Memilih Pemimpin Gaya Rasulullah

Hampir di setiap pemilihan pemimpin negara baik presiden, gubernur, pemimpin mahupun pemimpin rendahan lainnya di Indonesia selalu berakhir dengan kontroversi. Instruksi Mendagri, Hari Sabarno untuk membatalkan pelantikan Abdul Ghafur, Gubernur terpilih Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu bukti kukuh bahwa telah tenjadinya praktek 'money-politics' dalam proses suksesi tersebut. Begitu juga terpilihnya Ir. Abdullah Puteh, M.Si sebagai Gubernur Aceh periode 2000-2005 beberapa waktu yang lalu telah mengejutkan banyak pengamat politik dan bahkan masyarakat awam yang sama sekali tidak tahu menahu tentang politik. Kenapa ini terjadi? Keterkejutan dan kontroversi terpilihnya pemimpin yang tidak memenuhi selera rakyat banyak adalah mutlak disebabkan oleh penyelewangan amanah yang diemban para wakil rakyat untuk menjatuhkan pilihan yang tepat, tanpa pilih kasih dan didorong oleh faktor-faktor "X" lainnya. Kita tidak ingin "kontroversi" perhelatan suksesi ini berulang kembali di Indonesia.

Untuk itu, tulisan ini ingin memberi beberapa pesan dan sekaligus masukan kepada wakil rakyat dalam memilih pemimpin mendatang mereka tidak mengulangi kesalahan-kesalahan pendahulu mereka sehingga pemimpin terpilih mendatang betul-betul disayangi, disegani, dan memenuhi aspirasi majoritas masyarakat. Begitu juga dengan kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh para pemimpin terpilih juga akan direkomendasikan dalam tulisan ini.

Pertimbangan dalam Memilih

Terpenuhi tidaknya selera masyarakat terhadap pemimpin terpilih mendatang adalah sangat ditentukan oleh anggota para wakil rakyat itu sendiri. Memang semua rakyat ingin mengamanahkan kepemimpinan itu kepada orang-orang yang kapabel, amanah, jujur, dan bertanggung jawab, namun akibat ketidakjujuran para wakil rakyat baik terhadap dirinya sendiri mahupun terhadap rakyat yang diwakilinya, sering mengakibatkan pimpinan terpilih itu tidak memenuhi selera rakyat banyak. Hal ini, biasanya, terjadi akibat praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang telah mendarah-daging (be a blood relative) menghantui wakil rakyat kita. Realitas ini, persis seperti telah diklaim oleh Gordon Tullock (1976), seorang pendukung 'Teori Suara Rakyat' (Public Choice Theory), bukan 'Teori Suara Partai' (Partisan Theory), dalam bukunya, The Vote Motive" sebagai berikut: "Bureaucrats are like other men…if bureaucrats are ordinary men, they will make most (not all) their decisions in terms of what benefits them, not society as a whole" [Para birokrat itu sama seperti manusia lain ...jika para birokrat adalah manusia biasa, maka mereka akan membuat kebanyakan (bukan semua) keputusan untuk keuntungan mereka, bukan untuk keuntungan rakyat secara keselurahan].

Walaupun tuduhan Tullock di atas hanya ditujukan terhadap para birokrat Amerika Serikat yang tidak berpegang teguh pada Islam, namun sungguh sangat menyedihkan bahwa tuduhan Tullock ini juga telah dipraktekkan oleh wakil-wakil rakyat kita, padahal mereka mempunyai background keislaman yang sangat kuat. Untuk menafikan tuduhan Tullock di atas berlaku di negara Muslim pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, maka para wakil rakyat perlu membuktikan bahwa mereka mampu memilih orang yang tepat, amanah, jujur dan bijaksana di masa-masa mendatang, sehingga dalam menerajui kepemimpinannya itu akan lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak (altruism) di atas kepentingan pribadi (selfishness), ahli famili, partai dan golongannya.

Agar para wakil rakyat kita mampu memuaskan majoritas aspirasi masyarakat dengan memilih pemimpin mendatang yang benar-benar mampu menjadi pengayom (custodian) dan panutan/idola (model) rakyat, maka ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan para wakil rakyat, sebagai berikut:

Pertama, sebagai pemegang amanah rakyat dan sekaligus amanah Rasul dan Allah swt, para wakil rakyat dalam menjatuhkan pilihannya haruslah memilih orang-orang yang terlayak dan terbaik diantara calon-calon yang diajukan. Kalau tidak, maka para wakil rakyat telah melakukan sebuah "pengkhianatan yang tak termaafkan" (unforgiving betrayal) baik terhadap rakyatnya mahupun terhadap Rasul dan KhaliqNya. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw yang dikutip Ahmad Ibrahim Abu Sin (1991) dalam bukunya, “al-Idarah fi al-Islam”, yang masing-masing, berarti: "Siapa yang dipertanggungjawabkan untuk mengurus urusan umat Islam lalu melantik seorang lelaki, sedangkan terdapat lelaki lain yang lebik layak darinya, sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah dan Rasulnya" (al-Hadist); dan "Dan sesiapa yang melantik seseorang untuk memimpin sepuluh orang diantara kamu, sedangkan dalam kumpulan tadi masih ada orang yang lebih layak tetapi tidak kamu lantik, sesungguhnya kamu telah mengkhianati Allah, Rasulnya, dan seluruh masyarakat Islam. Dan sesiapa yang mati dalam keadaan ia menipu rakyatnya, ia tidak akan dapat mencium bau syurga" (al-Hadist).

Kedua, untuk dapat memilih pemimpin yang tepat, maka para wakil rakyat harus mengenal secara dekat dan detail (closer and in-depht identifications) terlebih dahulu para calon pemimpin yang akan dipilihnya dan "bek lagee bloe mie-oeng lam karoeng" (red. Bahasa Aceh: Jangan seperti beli kucing dalam karung). Perkara ini seperti ditulis Imam Ibn Taymiyah (1979) dalam bukunya "al-Siayasah al-Syari'ah" bahwa hal yang paling penting diperhatikan sebelum memilih pemimpin adalah mengenal pribadi orang yang akan dipilih/dilantik dengan tugas yang akan diembannya". Dan cara ini selalu dipraktekkan Khalifah Umar bin Khattab ra dalam memilih Gubernurnya.

Ketiga, para wakil rakyat haruslah memilih pemimpin tidak berdasarkan sikap pilih kasih, hubungan darah (kekerabatan), dan statusnya (kedudukan) dalam masyarakat. Hal ini seperti nasehat yang terkandung dalam surat Khalifah Ali bin Abi Talib ra kepada Asytar bin Nakhai ketika dilantik menjadi Gubernur Wilayah Mesir sebagai berikut: "…dalam melantik pegawai-pegawai baru hendaklah kamu melantik mereka secara pilihan, bukan pilih kasih dan kedudukan dan hindarilah daripada melantik orang yang dikasihi karena mereka boleh membawa kezaliman dan pengkhianatan. Utamakanlah orang yang suka memperbaiki tingkat kemahiran dan perkhidmatan mereka kepada masyarakat. Pilihlah daripada golongan pemalu dan warak serta mulia akhlaknya dan tidak tamak kepada pangkat dan kemulian serta lebih teliti dalam setiap tindak tanduknya".

Keempat, sebagai pemegang amanah rakyat, para wakil rakyat harus memilih pemimpin yang amanah dan dilakukan melalui saluran dan proses amanah pula. Ketidakamanahan baik para wakil rakyat yang memilih mahupun para pemimpin yang dipilih adalah merupakan awal dari keruntuhan moral penguasa sehingga akan mendegradasikan, bahkan menghilangkan kepercayaan rakyat di bawah kepemimpinan mereka. Bahkan yang lebih dahsyat lagi bahwa hilangnya sifat amanah wakil dan pemimpin rakyat merupakan awal daripada kiamat dunia. Hal ini seperti ditegaskan Hadist berikut yang berarti: "Rasulullah saw bersabda: 'apabila amanah telah hilang dan tidak diamalkan lagi oleh manusia, tunggulah kiamat akan tiba'. Para sahabat bertanya, 'bagaimana amanah boleh hilang? Rasulullah menjawab, apabila sesuatu jawatan dipegang oleh orang yang bukan ahlinya…" (al-Hadist).

Terakhir, dalam menjatuhkan pilihannya, para wakil rakyat hendaklah tidak memilih para calon pemimpin yang mendatangi apalagi membujuk mereka dengan berbagai 'imbalan', 'bonus', 'hadiah' atau apapun namanya untuk mendapat jabatan itu. Hal ini seperti kata-kata Rasulullah saw: "Demi Allah swt, aku tidak sekali-kali akan menyerahkan sesuatu tugas kepada orang-orang yang datang memintanya atau mereka yang tamak terhadap jabatan itu".

Walaupun yang meminta jabatan itu adalah sanak saudara para wakil rakyat itu sendiri, mereka harus secara tegas menolaknya. Ini seperti ditunjukkan Rasulullah saw ketika Abbas bin Muthalib, pamannya sendiri datang memohon agar dirinya dipilih sebagai salah seorang gubernur pada masa itu, dengan berkata: "untuk jawatan ini, demi Allah, wahai pamanku, tidak sekali-kali akan kuserahkan kepada mereka yang memohon atau yang tamak kepadanya ...dan wahai paman Nabi! Berhati-hatilah dengan soal kepemimpinan. Sesungguhnya ia amatlah berat". Nabi juga pernah menolak Abu Dzar al-Ghiffari, salah seorang sahabat yang telah dijamin Rasulullah saw masuk syurga untuk menjadi salah seorang gubernurnya, karena menurut Rasulullah saw Abu Dzar tidak berkemampuan dan tidak memiliki kelayakan yang sesuai untuk jabatan itu.

Begitu juga dengan sikap Umar bin Khattab ra yang menolak permohonan para sahabatnya agar melantik Abdullah bin Umar, anaknya sendiri yang dikenal warak dan adil itu untuk dipilih sebagai salah seorang gubernur dengan berkata: "dari keluargaku (Umar) cukuplah saya seorang sahaja yang akan dihisab nanti". Tegasnya sifat Umar bin Khattab ra agar para wakil rakyat itu tidak memilih sanak familinya sebagai pemimpin, maka beliaupun berkata bahwa: "sesiapa yang melantik seorang kenalan atau sanak saudara mereka untuk memegang jabatan kerajaan bermakna ia telah mengkhianati Allah swt dan Rasulnya". Apatah lagi yang meminta jabatan itu adalah mereka yang menjanjikan 'imbalan jasa', hadiah atau apapun namanya, maka para wakil rakyat harus menolak tegas permintaan mereka sekeras-kerasnya karena tanpa menerima imbalan jasa itu, para wakil rakyat telahpun menerima gajinya sendiri.

Penolakan untuk menerima hadiah ini jelas seperti dikatakan Rasulullah saw bahwa: "sesiapa yang dipercayakan rakyat untuk memilih para pemimpin dan pegawainya dan mereka dibayar gaji atas kerja-kerja yang dilakukannya, kemudian mereka menerima hadiah berarti mereka telah melakukan perbuatan khianat", dan "si pemberi dan si penerima sogok kedua-duanya dalam neraka" (al-Hadist).

Dengan memahami beratnya tugas dan besarnya amanah yang diembankan masyarakat ke atas pundak wakil rakyat mereka, sebelum menjatuhkan pilihannya para wakil rakyat/anggota dewan hendaklah mengenal secara lebih dekat dan lebih detail para calon pemimpin yang diajukan dan juga tidak sama sekali bergeming apalagi dipengaruhi dengan janji manis atau imbalan jasa yang ditawarkan mereka sehingga tidak mempengaruhi objektivitas suksesi. Mudah-mudahan dengan menyadari besarnya amanah rakyat yang diembankan mereka, para anggota dewan dapat menggunakan saluran dan proses pemilihan yang amanah pula sehingga pemimpin terpilih adalah orang yang paling tepat untuk diberikan amanah dalam menerajui kepemimpinan kita di masa-masa mendatang. (bersambung)


Siapa yang Harus Dipilih?

Dengan merujuk pada ke-lima pesan dan masukan yang harus diperhatikan para anggota dewan/wakil rakyat dalam memilih pemimpin mendatang, seperti telah dijelaskan di atas, agar para wakil rakyat dapat mengamanahkan estafet kepemimpinan kepada individu yang tepat, amanah, bertanggung jawab, jujur, arif, dan bijaksana, sehingga dapat memenuhi aspirasi dan sekaligus tidak akan mengecewakan majoritas masyarakat, maka pemimpin yang akan dipilih itu haruslah, diantaranya, memiliki sifat-sifat berikut:

Pertama, calon yang dipilih itu hendaklah kapabel dalam ilmu pemerintahan. Kapabilitas pemimpin terpilih tidak hanya terbatas pada kemahiran di bidang politik sahaja, tetapi harus meliputi semua aspek kehidupan umat seperti aspek ekonomi, dan budaya serta kemahiran untuk menciptakan hubungan pemimpin dengan masyarakat, pemimpin dengan atasan, dan hubungan antar sesame masyarakat dengan pernuh keharmonian. Hal ini seperti firman Allah swt yang bermaksud: "…sebaik-baik pekerja adalah orang yang kuat dan jujur" (Q.S. al-Qasas: 26). Dengan adanya kemampuan tersebut, pemimpin terpilih akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Kedua, pemimpin terpilih itu harus bersifat jujur, amanah, dan adil sehingga dalam setiap sepak terjang politiknya, pemimpin tidak bersifat pilih kasih terhadap rakyat jelata. pemimpin harus menyayangi dan menghargai rakyatnya sama rata sebagaimana ia menyayangi dan menghargai setiap anngota tubuh dirinya, dan bahkan menempatkan kepentingan masyarakat banyak di atas kepentingan pribadinya. Siapa sahaja yang melanggar hukum harus ditindak dengan hukuman yang yang berkeadilan tanpa membedakan status, keturunan, kekayaan, dan jasanya kepada rakyat dan negara.

Karena sifat pilih kasih baik dalam memprioritaskan peruntukkan kesejahteraan mahupun dalam menegakkan hukum kepada rakyatnya akan menyebabkan kehilangan kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan, dan bahkan akan mengundang malapetaka. Dalam bertindak, pemimpin haruslah mampu mengikuti praktek Rasulullah dalam menegakkan hukum, seperti sabda Rasulullah saw yang berarti: "Sungguh Allah swt telah membinasakan umat sebelum kamu, karena apabila ada di antara orang besar mencuri dibiarkan sahaja, tetapi jika orang kecil yang mencuri dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Demi Allah swt yang jiwaku berada ditanganNya, andaikata anakku Fatimah putri Rasullullah mencuri pasti akan ku potong tangannya" (al-Hadits).

Ketiga, pemimpin yang dipilih itu hendaklah individu yang yang paling memahami dan paling berjasa terhadap daerah dan masyarakatnya. Keberhasilan Rasulullah saw dan Khalifah Umar bin Khattab ra memimpin rakyatnya, sehingga Rasulullah diakui Barat sebagai tokoh nomor satu dan Umar bin Khattab ra sebagai tokoh dari kalangan umat Islam yang masuk rangking sepuluh besar tokoh paling berpengaruh dalam sejarah umat, seperti disebutkan Michael Hart (1979) dalam bukunya, "The 100, Ranking of the Most Influential Persons in History" adalah, diantaranya, disebabkan oleh pengetahuan luas dan kedekatan mereka dengan rakyatntya.

Keempat, pemimpin yang terpilih haruslah individu yang bersikap hidup sederhana (moderation) dan segala atribut penampilannya tidaklah mencolok mata. Sifat ini penting dimiliki oleh seorang pemimpin agar tidak menimbulkan fitnah dan rasa iri hati rakyatnya yang umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Juga penampilan yang mencolok mata akan menjadi penghalang keakraban antara pemimpin dan masyarakat. Atas dasar inilah, Umar bin Khattab ra melarang untuk menjadi pemimpin mereka-mereka yang menunggang himar, memakan makanan lezat, memakai baju mewah, dan yang suka mendatangi rumah rakyatnya tanpa keperluan.

Kelima, pemimpin terpilih harus mampu bekerjasama dengan masyarakat. pemimpin terpilih juga harus tidak sungkan-sungkan meminta pendapat para cerdik pandai dan ulama dalam setiap keputusannya untuk kepentingan rakyat. Karena menurut Umar bin Khattab ra, orang cerdik pandai adalah orang yang dapat menimbangkan sesuatu dengan penuh kewarasan dan akal pikiran sehat sekalipun perkara itu tidak pernah diberitahu sebelumnya. Meminta pendapat pada para cerdik pandai ini telah dipraktikkan para Khulafaur Rasyidin dimana mereka selalu meminta pendapat dari Majlis Syura yang keempat-belas anggotanya terdiri dari para sahabat yang terkenal dengan keimanan, kewarakan, dan semangat keislamannya. Dalam setiap pengambilan keputusannya, pemimpin terpilih juga harus mampu melibatkan semaksimal mungkin peran serta pemuda didalamnya. Pentingnya penglibatan para pemuda secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan, seperti telah diprakktekkan Umar bin Khattab ra, tidak lain karena menurut beliau bahwa para pemuda mempunyai pemikiran yang tajam dan ide-ide cemerlang.

Keenam, pemimpin terpilih harus mengutamakan masyarakat golongan menengah ke bawah daripada golongan menengah ke atas, dan memprioritaskan kepentingan kaum hawa daripada kaum Adam. Hal ini seperti telah dikatakan Khalifah Umar bin Khattab ra: "Sesungguhnya orang yang lemah disisimu adalah kuat disisiku, karena aku tidak mempunyai kuasa untuk mengambil sesuatu dari mereka (golongan lemah), dan orang yang kuat disisimu, sesungguhnya adalah lemah disisiku karena aku berkuasa untuk mengambil sesuatu darinya". Oleh karena itu, dalam setiap keputusannya, kepentingan golongan menengah ke bawah dan kaum hawa harus dikedepankan dari kepentingan golongan menengah ke atas dan kaum lelaki.

Ketujuh, dalam mengatur setiap urusannya, pemimpin terpilih harus bersikap lemah-lembut, tetapi tidak terlalu lembek dan bersikap tegas, namun tidak terlalu kasar". Sikap ini penting diperhatikan, karena kata Umar bin Khattab ra: "janganlah bersikap terlalu lembut sehingga kamu akan dijajah dan jangan pula kamu bersikap terlalu keras (kasar) sehingga kamu hancur karenanya". Namun, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kombinasi sifat ke-empat Khulafaur Rasyidin, seperti dikatakan Rasulullah saw sendiri sebagai berikut: "orang yang mempunyai sifat paling belas kasihan terhadap umatku ialah Abu Bakar as-Siddiq ra; orang yang paling teguh dengan pegangan Allah ialah Umar bin Khattab ra. Sesungguhnya Allah telah menegakkan kebenaran melalui Umar; orang yang paling pemalu adalah Usman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Talib ra pula adalah orang yang paling adil dalam segala perkataannya".

Kedelapan, pemimpin terpilih adalah individu yang mampu bertanggung jawab secara penuh terhadap kesejahteraan dan kepapaan atau maju-mundurnya rakyatnya. Untuk melaksanakan tanggung jawab terhadap rakyatnya, pemimpin terpilih harus mampu merespon setiap keluhan rakyatnya dan sekaligus memberikan solusi. Perlunya para pemimpin memiliki rasa tanggung jawab yang menyeluruh terhadap bawahannya, sebenarnya, dapat kita pedomani dari kata-kata Umar bin Khattab ra berikut: "seandainnya ada keledai yang jatuh dari atas gunung di kawasan Irak sehingga patah kakinya, pasti Allah swt meminta pertangungjawaban saya (Umar) karena tidak membuat jalan untuk dilintasi keledai tersebut"; dan "kalau kambing tersasar dan hilang di pingiran sungai Efrat, maka Umar akan bertanggung jawab pada hari akhirat".

Begitu juga Ali bin Abi Talib ra ketika melihat Umar bin Khattab ra sedang berlari lalu bertanya: "kenapa kamu lari wahai Umar? Aku (Umar) lari karena ingin mengejar unta sedekah yang telah lepas dari tambatannya". Karena tingginya rasa tanggung jawab Umar terhadap kekhalifannya, maka telah mendorong beliau hampir saban hari untuk mengecek sendiri situasi penduduknya dari rumah ke rumah baik secara secara formal mahupun tidak formal. Karena keterbatasan Umar bin Khattab ra untuk mengelilingi seluruh wilayah kepemimpinannya sehingga dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya menimpa rakyatnya, maka bila musim haji tiba, beliau selalu mengumpulkan rakyatnya untuk membuat pengaduan-pengaduan. Disamping itu, juga beliau telah mendirikan sebuah Biro Pengaduan (Complaining Bureau) untuk mengetahui semua keluhan dan keperluan rakyatnya. Sangking bertanggung jawabnya beliau terhadap kekhalifahannya, bahkan di akhir hayatnya, Umar bin Khattab ra berkata: "sekiranya aku dapat hidup lebih lama lagi, maka akan kukelilingi semua wilayah rakyatku sehingga aku dapat melihat dengan mata kepalaku sendiri keadaan mereka. Aku tahu mereka mempunyai berbagai keperluan yang tidak dapat terpenuhi tanpa kehadiranku".

Kesembilan, pemimpin terpilih harus mampu mengadakan evaluasi terhadap kemajuan kepemimpinannya yang meliputi semua kemajuan bawahan dan rakyatnya secara reguler dari waktu ke waktu. Tindakan ini perlu, karena seperti kata-kata Umar bin Khattab ra yang dikutip Naceur Jabnoun (1994), dalam bukunya "Islam and Management" sebagai berikut: "apakah kamu pikir jika saya (Umar) telah menunjuk seseorang sebagai wakil kamu untuk kebaikan umat dan memerintah mereka untuk melakukan keadilan, apakah umar telah melakukan tugasnya dengan baik? Ya, jawab sahabat. Tetapi beliau menjawab tidak, selagi saya belum melihat sendiri apakah orang yang saya tunjuk itu telah berbuat seperti yang diperintahkan". Evaluasi ini juga, sebenarnya, harus dilakukan setiap anggota dewan terhadap pemimpinnya agar pemimpin terpilih tidak menyelewengkan amanat rakyat yang diembannya. Dan bila dalam evaluasi tersebut ditemui kejanggalan-kejanggalan dan penyelewengan amanat rakyat, maka tanpa segan-segan anggota dewan harus memecat pemimpinnya, dan begitu juga pemimpin harus memecat bawahannya.

Perkara ini seperti berlaku ketika Umar bin Khattab ra ketika menggantikan Hasnah, Gubernur Syria dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, lalu Hasnah bertanya kepada Umar: "Wahai Umar, kenapa kamu menggantikan saya? Apakah karena kamu marah? Bukan jawab Umar, kamu adalah orang seperti kemahuan saya, tetapi saya menginginkan pemimpin yang lebih kuat daripada kamu". Ini menunjukkan bahwa gonta-ganti kepemimpinan dalam Islam itu adalah perkara biasa dan bahkan ianya sangat digalakkan Islam sejauhmana pergantian kepemimpinan itu adalah semata-mata ditujukan untuk kebaikan dan kemaslahatan rakyat banyak.

Terakhir, kalau dalam memilih pemimpin, para anggota dewan meragukan kelayakan pimpinan terpilih, maka pemimpin terpilih harus diberi masa percobaan untuk menguji apakah ianya layak atau tidak untuk mengemban tugas kepemimpinan. Begitu juga dengan pemimpin dalam memilih bawahannya, beliau harus mengetes kelayakan bawahan yang dipilih tersebut terlebih dahulu dengan memberi masa percobaan, katakanlah selama tiga bulan. Melalui masa percobaan ini, anggota dewan dapat menilai kelayakan pemimpin terpilih, dan begitu juga pemimpin dapat menilai kelayakan bawahan yang dipilihnya.

Perlunya masa percobaan diberikan pada pemimpin terpilih adalah seperti dipraktekkan Khalifah Abu Bakar as-Siddiq ra ketika melantik Yazid bin Abu Sufian dengan berkata: "Aku telah melantik kamu, tetapi pelantikan ini merupakan ujian dan percobaan kepada diri kamu, dan aku (Abu Bakar) berkuasa untuk memecat kamu. Jika kamu mampu melaksanakan semua tugas yang diberikan dengan baik dan sempurna, maka akan kukekalkan jabatan kamu. Sebaliknya, jika aku mendapati kamu tidak berupaya untuk melaksanakan tugas yang diberikan, maka kamu akan kupecat". Proses pemecatan ketika masa percobaan selama tiga bulan diberikan, pernah dilakukan Rasullullah saw ketika memecat Alak bin Hamdani dari jabatan Gubernur wilayah Bahrain, dan kemudian digantikan oleh Aban bin Said

Mudah-mudahan dengan menyadari amanah yang dibebankan rakyat kepadanya, para anggota dewan/wakil rakyat kita mampu memilih pemimpin yang akan menerajui kepemimpinan kita di tahun-tahun mendatang dengan penuh amanah dan bertanggung jawab. Dengan merujuk pada pengalaman kepemimpinan Rasulullah saw dan ke-empat Khulafaur Rasyidinnya, baik anngota dewan/wakil rakyat mahupun pemimpin terpilih mendatang, InsyaAllah akan mampu memberdayakan dan mengangkat kembali harkat dan martabat masyarakat di bawah kepemimpinannya baik di percaturan politik dan ekonomi nasional maupun percaturan politik dan ekonomi internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar